Kamis, 24 Oktober 2013

Tentang kado tahun ini


Sebetulnya masih sekitar dua minggu lagi menuju ulang tahun saya yang ke sekian. Tapi rasanya ingin nulis sekarang, mungkin karena momentumnya tepat. Ah saya ini tipikal orang Indonesia yang hobi sekali meng-abuse kata “momentum”. Perhatikan coba, setiap ada peristiwa pasti dikaitkan dengan kata “momentum” entah selanjutnya mau digabung dengan “kebangkitan”, “kesadaran”, terserah. Itu tergantung selera. Kasihan si “Momentum” dipakai terus, tapi tidak pernah diwujudkan. Ciyan!
Balik lagi ke umur saya yang hampir seperempat abad ini. Kalau dibilang menyesal sih tidak. Saya masih bisa berterima kasih kepada Tuhan karena diberikan banyak anugerah yang tidak ternilai. Tapi kalau sedih, iya. Orang-orang seumuran saya biasanya sudah punya pencapaian yang sekian jauh. Misalnya, kakak mantan saya yang terakhir, beliau kerja di satu-satunya ibu Bank di Indonesia. Dengan penghasilan sekian juta bla bla bla, et cetera et cetera. Saya terkagum-kagum mendengarnya. Sementara saya masih begini-gini melulu.
Tapi bukan di situ. Masih mending, beliau memang pintar, sholeh, serta punya kultur pintar juga di keluarganya. Lagipun dia berasal dari salah satu Universitas Swasta terkemuka di Bandung. Jadi memang pantas mendapatkan posisi yang bagus.
Ada hal yang jauh lebih parah dalam hidup saya, sebetulnya. Alkisah, suatu pagi partner in crime semasa kuliah saya tiba-tiba mengirim pesan. Kurang lebih bunyinya begini “Heran, kenapa orang-orang yang dulu kuliah modal tampang doang eh sekarang malah hidupnya sudah enak, ada yang kerja di Bank dan sudah posisi bagus, ada yang S2. Heran” pagi-pagi menerima pesan yang isinya meneguhkan apa yang selama ini jadi salah satu misteri terbesar di dunia setelah kedangan Alien. Ini kenyataan pahit yang harus saya telan. Sebagai ilustrasi, kalau orang-orang yang sukses itu pernah presentasi di depan saya, pasti sudah saya bantai. Dan pasti saya menang, bukan karena saya pintar tapi karena mereka.. errr… katakanlah tidak memiliki kapasitas yang.. ah sudahlah.. pasti sudah dapat gambarannya kan? Begitu!
Terakhir, proses pencarian kerja saya berakhir di tahap 4 entah 5 seleksi di sebuah perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Sedih? Banget! Nyesek? Pisan! Bagian yang paling menyedihkan dari seluruh kisah pencarian kerja ini bukan karena saya tidak diterima. Bukan di situ. Kalau saya belum bekerja, tapi kondisi keuangan di rumah baik-baik saja, mungkin saya hanya akan bersedih gara-gara satu hal: belum punya kerja. Tapi saat ini kondisi keuangan di rumah sedang tidak bagus. Setiap hari saya harus mendengar Ibu saya mengeluh soal tidak punya uang. Persoalannya bukan karena Ayah saya tidak memiliki penghasilan. Usaha beliau masih berjalan seperti biasa. Namun hutang ke bank yang begitu besar karena merenovasi rumah yang jadi masalah. Terus kalo tidak punya uang kenapa merenovasi rumah? kalau rumah ini tidak direnovasi, nanti tidak cukup menampung keluarga ini yang seabrek-abrek. Barangkali, dua atau tiga tahun ke depan keadaan akan berubah ketika hutang ke bank tersebut sudah lunas. Persoalannya tidak berhenti di ibu saya yang sering bercerita masalah ekonomi. Saya pun harus menyaksikan dua adik saya terkena dampak krisis ekonomi di rumah ini. Mereka masih kecil, sedih rasanya kalau mereka harus turut terkena imbas dari “perang” ini. Dalam posisi seperti ini, saya sebagai anak pria paling besar, jadi tempat semua orang bercerita. Bagaimana ibu saya bercerita masalah dapur, bagaimana ayah saya bercerita masalah mengelola pekerjaan, dan bagaimana adik saya bercerita tentang butuh uang untuk keperluan sekolah. Sedih rasanya, saya tidak bisa melakukan apa-apa, saya hanya bisa memberikan semangat kepada mereka. Mengingatkan mereka semua untuk selalu optimis dalam menghadapi semuanya. Padahal, sayapun tidak sanggup sebetulnya menghadapi semua ini. Tapi, kalau saya terlihat lemah dan pesimis, lalu siapa yang akan menyemangati mereka? Jadilah saya orang yang pura-pura tegar.
Itulah, kenapa rasanya tulian ini paling enak dibuat sekarang. Karena ini merupakan titik terendah dalam hidup saya. Ada banyak ketakutan yang harus saya hadapi, sendirian. Barangkali itulah kenapa saya menuliskan semuanya di sini. Saya butuh perasaan bahwa ada seseorang yang bersedia mendengar semua keluh kesah saya. Terima kasih untuk orang-orang yang selalu ada di dekat saya.
Jadi, mungkin ini adalah ulang tahun paling menyedihkan selama 8 tahun terakhir. 8 tahun terakhir saya punya pacar, sekarang ah saya sendiri.  
Selamat ulang tahun buat saya!
Nggak minta banyak dan macem-macem. Cukup minta diberi pekerjaan, supaya bisa bantu Ibu.
Karena, Tuhan. Aku hanyalah orang yang tidak pernah bosan meminta, dan engkau tidak pernah bosan memberi. Engkau pasti punya yang terbaik, maka berikanlah…
Mungkin nanti, ketika saya berhasil melewati semuanya. Saya hanya akan tertawa membaca posting ini. Seperti halnya saya selalu tertawa ketika membaca posting lama saya. He he. 

Bandung yang malam, 20 Oktober 2013. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar