Kamis, 10 Januari 2013

Tentang Tips Menulis

Dulu, waktu saya masih muda dan lugu, saya mengira bahwa menulis itu mudah. Tinggal menulis saja, anak SD juga bisa. Di mana letak susahnya, coba? Memang betul, draft pertama novel saya selesai dalam satu bulan. Meskipun kemudian novel itu tidak terbit-terbit, yang penting selesai. Saya menulis draft pertama hanya bermodal ingatan, jalan cerita, karakter, dll semuanya tergantung kepada mood saya waktu menulisnya. Kalo lagi bagus, mungkin karakternya jadi baik, tapi kalo mood sedang rusak, cerita dibuat sekejam mungkin. 
 
Hasilnya? Tanpa outline, novel saya “Sedikit berantakan”, kadang saya lupa yang mana menjadi dialog khas satu tokoh dan yang mana yang bukan. Meskipun jalan cerita tidak melebar, tapi ada beberapa cerita yang kurang digali secara mendalam. Tapi yang lalu biarlah berlalu, saya malas buat melakukan revisi. Kecuali ada penerbit yang sudi menerbitkan naskah yang saya beri judul “Perjalanan” itu. Baru revisi. 
 
Sekarang saya sedang menulis naskah kedua. Menulis adalah hobi, bagi saya menulis adalah membahagiakan diri sendiri. Mau terbit atau tidak itu masalah kedua. Masalah pertama adalah ada orang yang bersedia untuk membaca, itu sudah anugerah. Anywey, saya menulis naskah kedua. Sekarang saya mencoba memakai outline. Menuliskan semua karakter dengan lengkap, mulai dari ciri fisik, sifat, kebiasaan, sampai hal-hal kurang penting semacam: dia suka memakai celana dalam atau tidak. Itu semua saya buat. Belum berhenti sampai di situ, saya lebih rajin baca buku tips menulis daripada membaca buku betulan. Mulai dari tips mengatur konflik, flow cerita, menulis dialog, banyak pokoknya. Hasilnya? Saya begitu sibuk mencari tahu bagaimana cara menulis, sementara saya melupakan hal yang paling esensial: menulis. Sementara, setelah kepala saya diisi oleh berbagai tips menulis tadi. Saya jadi takut untuk menulis. Takut salah, takut keluar dari outline, takut hantu, takut tsunami, dll. Tips menulis yang seharusnya jadi penolong justru jadi tembok penghalang. 
 
Bagi saya, tips menulis itu memang perlu. Tapi menulisnya itu jauh lebih perlu. Ibarat bayi yang baru belajar berjalan. Biarkan dulu ia bisa berjalan, setelah itu baru arahkan ke mana dia harus berjalan. Pun halnya dengan tips-tips menulis. Menulislah dulu, baru mencari arahnya ke mana. Betul kita akan bekerja dua kali, karena harus memperbaiki tulisan lama. Tapi itu jauh lebih baik, daripada dibatasi aturan aturan harus begini harus begitu. Bagi saya, bebaslah menulis, terabas apapun yang ada di depan, menulislah sekenanya. Toh seorang Pidi Baiq pun menulis dengan bebas tanpa kenal aturan. Aturan EYD sekalipun.
Jadi intinya apa? Intinya, hati-hati terhadap ketakutan kita sendiri. Tahu banyak belum tentu membantu. Karena bagi saya, menulis adalah membebaskan diri. Sudah maghrib, saya harus pamit untuk mengingatkan orang lain supaya solat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar