Senin, 25 April 2011

Tentang Lelaki Galau di Persimpangan Galau

Entah kenapa saya sulit meluangkan waktu untuk menulis, barangkali efek sebagai mahasiswa tingkat akhir yang mengharuskan saya untuk sibuk, atau setidaknya terlihat sibuk. Saya memang mahasiswa tingkat akhir yang sibuk, meskipun lebih sibuk nonton dvd daripada baca buku, lebih sering twiteran daripada ngurusin seminar dan skripsi, lebih sering tidur daripada ngelakuin hal-hal yang membutuhkan kemelekan mata. Setidaknya saya menyibukan diri.

Itu adalah hari senin, ketika dengan terpaksa harus kekampus, harus mengurusi biasalah ini itu. Ternyata kampus sedang ramai, sedang banyak orang. Esensi dari ramai itu banyak orang, kenapa saya boros-boros kata? Tak apalah biar kalau tulisannya panjang terlihat seperti orang pintar. Ternyata juga sedang ada acara, semacam workshop menulis, menulisnya menulis cerpen. Cerpennya cerita pendek. Sebetulnya saya malas ikut hal-hal berbau menulis, bukan karena saya sudah tampan dan pandai, tapi setelah beberapa kali saya mendapatkan petuah yang sama dari setiap pelatihan yg saya ikuti. Pertanyaan yg muncul pasti tak jauh dari, mengolah ide menjadi tulisan, mencari ide, atau membuat cerita, dan pasti jawabannya tidak jauh dari membaca, melakukan observasi atau konsistensi. Nah makanya males ikut pelatihan-pelatihan menulis, saya inginnya pelatihan debus. Tapi karena tujuh dan delapan alasan saya memutuskan untuk ikut pelatihan kali ini, lumayan buat nambah ilmu saya yg sudah banyak.

Alkisah duduklah saya disitu, disana di kursi pojok, di belakang sambil membaca buku. Entah apa yg dibicarakan, saya malah asik ngobrol yg “ngga ngga” bersama teman saya, ya kalian taulah apa itu, tidak perlu dijelaskan. Tiba-tiba acara sudah selesai, di akhir acara si pembicara memberikan semacam kuis, semacam disuruh memberikan judul bagi foto yg dia tampilkan di depan. Itu adalah foto seorang pria, karena rambutnya pendek, sedang memeluk kedua dengkulnya, saya menduga dia sedang berbicara dengan otaknya yg ada di dengkul,dibawah pohon rindang serta dihiasi latar langit hitam dan mendung, seolah-olah dia itu anak emo, akan lengkap jika ditambah tulisan “Leave me alone!” “Love Sucks” “Go to hell” atau sejenis itu. Anggap saja ini partai komedi, makanya saya menulis sekenanya, saya beri judul “lelaki galau di persimpangan jalan” ya saya tau itu judul yg menjijikan, itupun yg saya rasakan. Itu judul dibuat tanpa berpikir sama sekali, tanpa menggunakan ilusi atau magic jenis apapun, malahan kasian juri harus repot-repot membaca tulisan yg gak mutu itu. Di akhir acara saya pun pulang, saya pun sampai di pintu, saya pun mendengar nama judul itu disebutkan, itu artinya saya menang, dapat hadiah buku yg ditulis oleh, ah siapa itu dia namanya saya lupa. Saya Cuma tertawa, entah ini juri gila atau kenapa, yg jelas dia harus menyesali keputusannya. Lalu saya tertawa lagi, setengah malu karena kegalauan saya terungkap di depan umum. Ah biarlah biar orang tampan pun berhak galau. barangkali skripsi menjadi penyebabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar