Senin, 04 April 2011

tentang ingin serius

Saya memang tampan dan itu bukan aprilfool. Selamat datang april, semakin dekat dengan agustus, semakin saya harus mikirin skripsi yg ga bisa beres sendiri. Niatan ngerjain semuanya tiap malem itu ada, apalagi sebelum tidur selalu mikir, bahwa besok harus mulai ngerjain. Tapi apa daya, tiap nyalain komputer atau laptop pasti tergoda buat nonton film, entah film yg jauh lebih menggoda daripada bahan-bahan skripsi entah karena memang saya yg enggan lulus.

Ada sih satu alasan saya ingin lulus semester ini, biaya kuliah mahal, sebagai anak rupawan saya tidak tega harus meminta uang perpanjangan kuliah, meskipun itu adalah lahan bisnis saya yg menguntungkan. Ada banyak alasan kenapa saya belum ingin lulus, saya memang pandai dan tampan, itu saya akui, tapi itu tidak cukup, menjadi pintar saja tidak cukup. Saya bingung harus menuliskan keahlian apa di surat lamaran pekerjaan kelak. Satu-satunya hal yg saya pandai adalah protes, dan saya yakin sedikit perusahaan yg mau menerima tukang protes, ya Tuhan tolong dong kami tukang protes.

Ada satu film, sebut saja judulnya Hustle, di salah satu episodenya diceritakan ada seorang bos perusahaan yg hobi banget ngejahatin orang-orang, katanya sih gara-gara dia ga bisa ngedapetin mimpinya buat jd artis, makanya dia ga mau orang lain buat menuhin apa yg mereka pengen,. In the end akhirnya dia ngejual pabrik yg dia punya karena nganggap jd pengusaha itu adalah cita-cita ayahnya bukan dia, dia lalu memilih jd aktor, meskipun dia udah tua. Itu sih cuma film, tp itupun bikin saya mikir. Selama ini saya selalu melakukan semuanya untuk orang lain, berbuat baik, membaca banyak buku, bikin blog sialan ini, ujung-ujungnya ingin dipuji banyak orang. Barangkali perlu juga untuk mengikuti cita-cita yg dulu tertunda, meskipun saya sudah terlanjur tua, tapi seenggaknya belum tua-tua keladi.

Ayah saya seorang konservatif, dulu sih, dia melarang saya untuk belajar alat musik apapun, katanya sih mendekatkan saya kepada narkoba. Ini pemikiran yg membuat cita-cita saya menjadi anak band soleh dan terkenal kandas. Padahal menjadi anak band itu keren, status sosial mereka berada diatas penulis. Anak band lebih gampang cari pacar daripada penulis. Coba perhatikan, Andika kangen band aja bisa gonta-ganti wanita karena dia anak band, sementara penulis seperti saya harus jungkir balik buat ngedapetin pacar, ini adalah ironis. Anak band adalah keren, penulis adalah kutu buku, kutu buku adalah cupu. Padahal ada pula kutu buku yg tampan seperti saya.

ini makanya saya jadi malas buat lulus, biarkanlah saya menjadi terkenal dulu, lalu kemudian kaya raya, itu tak kenapa. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, meskipun kamu sudah tua. Hanya memang sedikit orang yg berani berjalan kesana. Pesan pidi baiq adalah “anakmu memang butuh uang, tapi dia juga butuh bangga siapa bapaknya” semoga saya lulus disaat waktu yg tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar