Minggu, 27 Maret 2011

tentang jalan menuju puncak

Saya masih dirumah. Seperti biasa memuaskan naluri malas saya. Hampir 2 minggu tidak keluar rumah sama sekali, paling-paling Cuma bukain gerbang depan sana. Pekerjaan yg terlalu ringan untuk ukuran pria setampan saya. Anyhey, diam dirumah membuat kesempatan saya bertemu ibu lebih banyak, percayalah selain pintar dan tampan, saya pun sayang ibu. Kesempatan ini Dia gunakan untuk bertanya sesering mungkin “a, kapan lulus? A kapan lulus? A kapan lulus?” heran, pengen banget liat anaknya jadi pengangguran. Seenggaknya, biarkan saya menikmati peran sebagai “intelektual muda” itukan jelas, lebih keren!

Demi mempercepat proses menjadi pengangguran sejati, maka saya pun harus setidaknya lebih berkonsentrasi terhadap kuliah daripada tidur. Katanya sih penerapan seluruh teori yg saya dapatkan dari semester awal, itu yg disebut jobtrain. Dikampus saya, Unisbar (Universitas Islam Baru) Jobtrain dilakukan kurang lebih satu bulan. Saya bingung hendak menyebut makhluk bernama “jobtrain” ini apa, entah mata kuliah, entah sekedar lahan bisnis yg menjanjikan. Kenapa menjanjikan, karena “jobtrain” ini memiliki bobot 2 sks, itu artinya 200rb uang yg harus dibayarkan oleh masing-masing mahasiswa. Uang pembayaran ini masuk ke ketua bidang kajian/ketua jurusan, saya mentranstfernya ke rekening pribadi sang ketua jurusan. Konsep yg lagi-lagi merugikan mahasiswa adalah, saya masih bingung uang sebesar itu untuk apa, karena pertama saya tidak mendapatkan materi khusus tentang “jobtrain”, kedua merujuk kepada materi pertama ini artinya saya tidak menggunakan fasilitas kampus, jadi buat apa bayar, ketiga kenyataan bahwa dana tersebut ditranser ke rekening pribadi dan tanpa transparansi alokasinya lumayan menyakitkan, tapi itu belum sampai ke episode yg paling menyakitkan. Percaya tidak, uang 200rb tersebut ditukar dengan beberapa lembar surat, tentu setelah kalian memilih sendiri, mencari sendiri dan mengurus sendiri surat menyurat tempat mana yg kalian tuju. Kalian pasti heran, sayapun begitu, tapi karena saya dermawan, biarlah, barangkali banyak orang tidak memiliki uang sebanyak saya.

Singkat cerita. Saya pun terdampar di TPRI Jawa Barat, TPRI itu singkatan TiPi Republik Indonesia, ya bolehlah kl kalian bilang mirip sama TVRI Jawa Barat. Karena saya berasal dari jurusan yg keren, yaitu jurnalistik. Maka saya ditempatkan di bagian pemberitaan. Saya yakin isinya orang-orang pintar semua, keyakinan saya langsung dikhianati ketika saya bertemu dengan kepala seksi, yg mana dia adalah bos saya selama sebulan. Sebut saja Sugianto (serius nama sebenarnya), entah kenapa saya menemukan keras kepala yg sangat dalam otak pria tua ini. Saya sudah bilang bahwa saya mau jobtrain, bukan buat penelitian, jd tidak perlu judul itu ini, eh tapi dia tetap menyuruh saya mencari judul, supaya nanti saya tidak repot, jd tidak usah bolak-balik ke TPRI lg kelak. Sampai disini kalian menyangka dia orang baik kan?, kalian salah, ternyata dia tidak ingin ada orang bolak balik karena mengganggu, bahkan dengan tulus dia mengatakan kehadiran saya sangat mengganggu. Parahnya lagi dia merasa tidak memiliki kewajiban untuk berbagi ilmu dengan orang lain, saya alasan dia bilang begitu, karena ilmu dia hanya sedikit untuk dibagi. Padahal TPRI ini stasiun milik pemerintah Uganda lho, seenggaknya dia wajib membuka siapa saja rakyat Indonesia yg tampan dan patuh membayar pajak seperti saya untuk belajar di institusi tempat dia menjadi budak. Saya heran, orang sekelas Goenawan Muhamad saja mau mengajari dan berbagi ilmunya dengan orang lain, kenapa lembaga pemerintah justru menolak. Barangkali segala sesuatu memang harus sulit jika berhubungan dengan yg berlabel pemerintah. Kalau seorang mahasiswa seperti saya saja sulit mendapatkan ruang apalagi mereka yg kurang beruntung. Sedih memang harus mempertahankan mitos bahwa pemerintah lebih hobi menzalimi daripada mengayomi. Tulisan ini saya akhiri, dengan harapan orang-orang mengetahui bahwa TPRI Jawa Barat adalah sebuah lembaga pemerintah yg akan terganggu bila didatangi oleh mahasiswa, tentu statement ini saya ambil dari benak keras pria bernama Sugianto.

Anyhey, tulisan ini hanya fiktif belaka, apabila ada kemiripan dalam nama kampus, sistem, lembaga penyiaran, nama kepala seksi, pemikirannya yg bodoh itu hanya kebetulan belaka. Mohon tidak menjadikan tulisan ini sebagai bahan untuk men-DO saya maupun memasukkan saya ke penjara. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Ttd Feryan Saputra

mahasiswa akhir yg lebih sering ngetweet daripada belajar. @feryanyeah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar