Selasa, 04 Januari 2011

tentang itu ini

Saya lupa sih kapan tepatnya, ya hitunglah beberapa bulan silam, teman saya, sahabat dekat pacar saya, men-tag, sebuah note, saya lupa persis isinya, yg jelas saya ambil garis kerasnya saja. Isinya tentang seorang entah itu teman realita entah itu teman maya dia yg mengajukan beberapa pertanyaan seputar Tuhan dan agama. Ya Tuhan 2010 masih musim yg gitu? Tidak baik sebetulnya memperolok keyakinan orang lain. Walaupun dulu saya pun selalu berbuat demikian, itu karena merasa bahwa saya yg paling hebat, paling jago, paling pintar, paling tampan, paling keren, dan paling lainnya yg bisa dipalingin. Tentu saja cara saya lebih ekstrim ketimbang sekedar menanyakan dimana Tuhan berada, apalagi pernyataan bahwa solat itu no 2 karena yg no 1 itu syahadat, oh ya saya mendengar ini waktu kelas 2 SD. Syahdan, sungguh bila orang itu ada didekat saya, barangkali sudah saya toyor pake kaki, karena selain dia itu mengganggu teman saya, mbok ya kalo mau ngeganggu keyakinan orang itu dengan cara yg lebih cerdas gitu.
Dulu saya begitu, suka menggangu ketentraman orang lain, siapapun yg menyebutkan hal-hal berbau agama akan saya hajar tanpa ampun. Mirip komunis sih, tapi itu keren. Ada cerita lainnya, ini cerita dulu sekali, waktu saya masih keren dan sombong. Suatu ketika seorang teman membuat notes, saya lupa lagi tentang apa, pokoknya tidak jauh dari sabar dan bersyukur, ya sebangsa begitulah. Dasar saya tampan dan iseng, maka saya iseng2 komen di notes dia itu, tidak perlu saya catat apa komennya karena saya lupa, yg jelas saya mencecar dia dengan berbagai statement sampai2 kalimat pamungkas saya dikeluarkan, bahwa agama kamu itu hanya sekedar warisan dari orang tua, maka tidak perlulah dia sombong. Dia tidak balas lagi komen saya, tapi langsung meremove saya. Saya bingung apa sih salah saya? Saya kan cuma iseng.
Kebiasaan ini membuat saya dicap ateis, bla bla bla etc etc, ah entah banyak sekali julukan2 aneh. Saya hanya bisa cengengesan saja, semakin mereka menghina saya semakin saya merasa pintar dan mereka terlihat bodoh, entah sih orang Indonesia emang hobi sekali menghakimi orang pintar. Cerita lainnya pernah lagi, ada seorang ateis tulen, saya sih abal-abal, dia ceritanya ingin membagi pengalaman spiritual dia sama saya. Saya ladeni dengan senang hati, bermula dari obrolan di status akhirnya pindah ke private message. Adalah hal yang sangat lucu, ketika saya menyatakan diri sebagai seorang teis, dia malah tanya2 tentang agama, dimana kitab ini diturunkan, kenapa disana bla bla bla, sungguh saya bukan seorang sarjana teolog. Sampai saya akhirnya naik darah, mungkin ini ya perasaan orang-orang yg sering saya tanya itu ini. Lalu saya bilang, “mas tidak usah meragukan kemampuan agama saya, saya pernah di pesantren 8 tahun (padahal cuma 3 taun)” dan dia pun skakmat, hehe saya merasa keluar sebagai pemenang. Tapi tunggu tidak berhenti disitu, lalu saya bilang kalau orang islam itu terlalu sensitif untuk berbicara mengenai agamanya, nah tapi di lain sisi banyak propaganda baik yg disadari maupun tidak pelan-pelan menggoda keyakinan mereka, kalau melawan logika saya saja tidak mampu apalagi melawan orang2 dengan logika tinggi seperti yg berkeliaran di faithfreedom, dan blog2 antiislam (saya lupa namanya). Pasti keyakinan mereka mudah dirubah, makanya saya harus membuat mereka berpikir bagaimana mereka bisa melawan orang-orang seperti saya. Jaman berkembang, setan pun hadir dalam bentuk internet. Lalu dia cuma manggut2, ah saya merasa menang lagi. 2-0
Terakhir, dia berdoa semoga saya menemukan kebenaran dan mendapat hidayah seperti dia. Lalu saya bilang, manusia sampai kapanpun tidak akan sampai pada kebenaran, dia cuma bisa mendekati kebenaran. Dan untuk masalah hidayah, saya bukan dia, yg mengaku mendapat hidayah setelah mendengar hal hal tertentu. Apa yg saya lakukan ini adalah proses mencari hidayah. Coba kau pikir kalau Tuhan hanya memberikan hidayah kepada orang2 tertentu, itu tidak adil. Sedang agama yg benar hanya satu, sedang kita tidak bisa memilih untuk dilahirkan. *dia terdiam* sedang kita lupa bahwa kita dibekali hal yang sama, itu otak kamu coba sesekali pakai untuk berpikir. Maka kita harus mencari hidayah itu, tentunya dengan modal akal pikiran kita. Karena Al-Quran pun ditujukan bagi mereka yang berpikir. Maaf ya mas, ternyata anda tidak secerdas yg saya kira. dia pun menghilang.

2 komentar:

  1. Cik lah, tampan-tampan na mah ulah disebutkeun beul. heheheh. Sayang fer, tulisan di blog terisolir. Ayeuna mah blog nu laku teh, blog anu loba adver F**k tising. Jarang tersentuh tulisan-tulisan kieu teh. Beuki lila asup penjara na oge. heheh. (jarwo)

    BalasHapus
  2. ya memang demikian adanya. saya harus menyampaikan fakta. ayena mah urang mengejar penerbit euy bukan mengejar masuk penjara.

    BalasHapus