Jumat, 28 Januari 2011

Saya Internet dan Gaya Hidup.

Pernah sekali, ketika saya masih muda belia dan mempesona, ingin masuk penjara. Hadir di tivi-tivi, jadi pusat perhatian, seperti Prita. Kelak muncul gerakan “koin untuk Feryan” “selamatkan Feryan”, rasa-rasanya berasa artis. Maka mulailah saya menuliskan semua “kesok-pintaran” saya, dalam status fb, dalam blog, dalam twiter, semata-mata bukan karena ingin terlihat pintar, tapi karena ingin masuk penjara. Saya pun mulai menulis dengan serius, kadang menulis dengan laptop. Berisikan caci dan maki sama pemerintah, knp pemerintah? Biar cepat ditangkap polisi, dan biar banyak yg ngebelain saya, rakyat kan pasti membela yg kontra pemerintah. Dasar memang saya tidak berbakat masuk penjara, sampai blog ini dimuat pun belum ada undangan berkunjung kesana. Miris …

Anyhey, seperti yg sering saya bilang kalau internet itu seperti pisau. Bisa membantu ibu-ibu memasak. Atau bisa membantu ibu-ibu yg agak psikopat menggorok leher anaknya. Itu terserah hak si ibu menggorok anaknya, anak dia ini, lho?bukan itu sih poin saya, pilihannya ingin menjadikan internet itu berguna atau tidak, itu saja. Sosial media harus bisa mendekatkan teman yg jauh, tapi jangan menjauhkan teman yg dekat. Bisa mendatangkan banyak ilmu dengan mengunjungi situs forum-forum yg bermanfaat, tapi bisa jg jadi keranjingan pornografi kalau cuma dipakai akses situs porno, banyak loh yg gratis, nantilah saya kasih tau. Intinya sosmed mau dipakai buat sekedar chitchat, dipakai menambah ilmu, dipakai surfing porno, dipakai berbisnis atau dipakai menipu itu bisa saja. Mau tidak mau kita harus memakai kalimat klasik yg sakti itu “semua kembali ke masing-masing individu”, karena memang begitu.

Nah, karena kembali ke individu masing-masing, maka harus ada pihak yg bertanggung jawab mengurusi individu-individu tersebut, paling tidak memberikan pendidikan mengenai internet dan tetek bengeknya. Pendidikan tentang internet harus dimulai sedini mungkin, dimasukkan ke dalam mata pelajaran dari tingkat SD. Karena perkembangan teknologi begitu pesat, tidak mungkin kita membiarkan anak-anak itu mengakses internet, kalau dirumah bisa dilarang, masih tersedia warnet yg murah meriah. Melarang bukan solusi, tapi pengarahan yg tepat dapat mendatangkan manfaat. Memang tugas kita semua, bukan cuma lembaga formal, orang tua bahkan pemuka agama pun tidak salahnya memberi khutbah mengenai internet, jangan terus-terusan meneror anak-anak dengan menceritakan kejamnya neraka terus, perasaan sejak saya SD sampai sekarang khutbah ga jauh-jauh dari neraka.

internet sudah jadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat. Tapi kesiapan masyarakat harus dipertanyakan. Jangan sampai adalagi kasus penculikan gara-gara blind date di facebook, jangan sampai ada pencemaran nama baik di sosmed, hal-hal itu memerlukan kesiapan masyarakat. Pemerintah jangan menganggap semua masalah selesai dengan membuat aturan lalu menindak semua orang yg melanggar. Kalau membuat aturan, anjing pun bisa, kau lihat anjing kencing untuk menandai daerah kekuasaan mereka, itu adalah aturan. Kalau pemerintah tidak mau disamakan dengan anjing, maka pemerintah harus mau repot-repot mendidik masyarakat. Masalahnya apakah pemerintah mau repot mendidik atau cuma mau cari jalan pintas dengan memblokir? *lirik* tifatulsembiring

http://www.bhinneka.com

2 komentar:

  1. like tulisan saya di fan fage Bhinekka

    http://www.facebook.com/bhinnekacom?v=wall&filter=3

    cari yg wall dari saya ya. semoga yg ngelike tulisan saya masuk surga lebih dulu.

    BalasHapus
  2. Gilee...
    Tulisannye...
    Mantebeee...

    mending gunain internet buat ngeblog aje...
    kan iye..? :)

    BalasHapus