Jumat, 19 November 2010

can`t buy me love

Akhir-akhir ini pikiran semakin sempit, uang seolah-olah hampir menggantikan posisi Tuhan. Tidak terlalu naïf untuk mengatakan bahwa uang merupakan hal yg sangat penting—untuk tidak mengatakan yg PALING penting—coba kau tengok, pemuka agama yg teriak-teriak menyerukan zakat, beramal, bla bla bla, dan tetek bengek lainnya, coba sekali-kali kau minta uang padanya, betulkah apa yg dia ajarkan telah dia aplikasikan, atau ceramah semata, jabber-jibber itu yg rekan saya bilang, ya Cuma omong kosong.

Uang memang segalanya, paling tidak itu menurut saya, naik haji pun selain harus mampu secara rohani pun harus mampu secara materi, apalagi di Indonesia ini ibadah haji sepertinya belum mabrur bila belum membelikan oleh-oleh ini itu untuk rekan kerabat. ah itu kan tentang uang vs agama, sekarang kita bicara tentang hal yg lebih sering dibahas. Katanya sih sekarang ini kamu tidak akan bisa mendapatkan pacar hanya dengan modal cinta, banyak yg mengatakan demikian, entah itu karena kemajuan teknologi yg mana saya bingung melihat korelasinya dimana, saya pun bingung kenapa menjadikan teknologi sebagai alasan. Entah karena sekarang materialisme sudah menjadi semacam gaya hidup dimana-mana. Nilai-nilai, rasa, dan emosi lainnya sudah bisa atau mungkin harus diukur dengan uang, ucapan terima kasih lebih sekedar basa basi, ganjaran materi lebih diperhitungkan sebagai pengganti ucapan terima kasih.

Itu teman saya yg datang mengeluh. Mengeluhkan mengenai wanita idamannya yg ternyata lebih mendamba pria kaya raya ketimbang pria tampan, sialnya dia, teman saya itu tidak masuk kedua kategori tersebut, saya tau dia memang malang, itulah hidup kawan, tidak sama tapi ada harmoni di dalamnya, pria jelek seperti dia berteman dengan pria tampan seperti saya,saling melengkapi. Indah bukan?

Saya bilang padanya, menjadi baik saja tidak cukup kawan, dan kaupun harus menghargai keputusan perempuan itu untuk memprioritaskan materi diatas perasaanmu, lagipula meskipun banyak perempuan yg seperti itu tapi tidak berarti semua. Kau hanya perlu mencari momen yg tepat, itu saja. Kau tau bahwa cinta bisa mendatangkan uang, bukan menjual cinta, karena jika cinta bisa dijual, barangkali setiap ibu kaya raya, karena cinta siapa yg paling besar jika bukan cinta seorang ibu. tapi kau lihat, seorang ibu rela menjadi seorang pelacur demi sekaleng susu anaknya, seorang kekasih rela menyisihkan uangnya untuk membayar iuran sekolah pacarnya, iuran sekolah yah bukan iuran RT.

“saya tambahkan fer, seorang bapak rela korupsi miliaran demi mengirim anaknya ke luar negeri”—itu serakah goblog!!

Kau lihat semuanya indah, orang yg bisa berbahagia ditengah kekurangan itulah orang yg hebat ketimbang orang yg berbahagia ditengah kelebihannya yg melimpah. Coba kau pikirkan, betapa dangkalnya cinta yg didatangkan oleh materi, barangkali suatu saat kita akan menemukan “etalase cinta” dimana di situ dijual bermacam jenis cinta, mirip pasar loak. Ah kukira tak ada bedanya dengan kau membeli cinta satu malam bersama para pelacur. Ada harga ada servis, itu bila kau mau berpikir dangkal mungkin, sederhana.

Hari sudah larut, bahkan sudah berganti, keluhanmu biarlah menjadi lalu. Bila kau masih ingin tau pendapatku,uang tetap tidak akan bisa mengalahkan cinta, dan yg meletakkan uang diatas cinta itu jelas matre!. Masih banyak orang miskin namun memiliki keluarga yg utuh dan bahagia, hanya saja sedikit orang yg mengukur bahagianya tanpa uang..Kau tau apa yg akan mereka katakan bukan, ya mereka akan mengatakan bahwa mereka tidak matre tapi realistis. Sayang terlalu banyak definisi “realistis” dinegeri ini. dan kamu tidak termasuk dalam definisi itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar