Jumat, 11 April 2014

Surat untuk Masa Depan


Malam ini, Maret tanggal 8 pukul 2 pagi. Saya memutuskan salah satu perkara terbesar dalam hidup saya. Adalah ketika saya membuka file-file lama kemudian menemukan tulisan-tulisan kecil yang pernah saya buat dan muat di blog kesayangan saya. Selesai membaca itu kemudian saya merasa menyesal dan malu terhadap diri saya sendiri. Ayolah! Di tulisan itu saya memanggil diri saya sendiri dengan sebutan “tampan”, walaupun itu memang benar, tapi saya terdengar seperti pria narsis yang sombong. Yah, walaupun bagian itu benar juga sih.
Tapi serius, selama beberapa detik bahkan saya tidak percaya kepada diri saya sendiri yang menulis begitu banyak hal yang tidak penting dan memalukan. Rasanya saya ingin kembali ke masa lalu kemudian membully diri saya sendiri yang saat itu begitu polos dan bodoh serta lugu. Tapi tentunya tidak bisa, karena saat ini mesin waktu belum berhasil ditemukan.
Einstein mengatakan bahwa satu-satunya hal yang tidak akan pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Juga Sartre yang bilang bahwa manusia tidak lain dan tidak bukan merupakan kalkulasi dari masa lalunya. Saya yang sekarang berjalan adalah saya yang dulunya merangkak. Saya yang sekarang berbicara adalah saya yang dulunya mengeja terbata-bata. Jangan-jangan saya yang sekarang pengangguran adalah gara-gara saya yang dulunya suka nulis dan berbicara sembarangan. Entahlah.
Karena itu sekarang saya menulis. Mengutip Einstein, salah satu ilmuan besar serta Sartre salah satu filusuf terbesar Prancis barangkali membuat saya merasa lebih keren. Saya harap, saya di masa depan dapat memaafkan saya yang sekarang sedang menulis ini kalau-kalau ia menemukan bahwa tulisan yang ia baca sekarang ini setidaknya berisi hal yang cerdas.
Saya butuh untuk menulis ini dan mengingatkan kepada saya di masa depan bagaimana keadaan saya di masa ini. Agar kelak ketika ia sudah sukses dan besar, ia tidak pernah melupakan darimana ia berasal. Dan kebaikan apa saja yang sering ia lakukan. Bagian ini membuat saya terdengar seperti orang pamer. Tapi memang, diri ini butuh diingatkan untuk tetap dan selalu berbuat kebaikan. Begitu pula saya di masa depan, harus tetap diingatkan untuk berbuat demikian.
Kamu, ya kamu. Saya terdengar seperti orang gila yang sedang berbicara kepada diri saya sendiri. Tapi sudahlah, itu kata yang cocok. Maksud saya, kata “Kamu” bukan kata “Gila” yang cocok.
Kamu yang sekarang sedang membaca tulisan ini, aku harap sudah berubah sekarang. Tentu saja Aku ingin semua berubah menjadi lebih baik. Sudah berapa tahun sejak tulisan ini dibuat? Dua tahun? Tiga tahun? Waktu berjalan tanpa terasa, mungkin karena kita bersama-sama menikmatinya sehingga semuanya berjalan serba cepat, serba kilat, serba saling meninggalkan.
Kamu sibuk apa sekarang? Aku harap bukan lagi sibuk mencari pekerjaan, tapi sibuk bekerja. Tidak apa-apa kita bekerja di perusahaan orang lain, yang menjadi apa-apa adalah dalam sepuluh tahun ke depan kita tetap berada di posisi yang sama. Pasti ada yang salah, jika demikian. Dan tentu saja kita adalah bagian yang salah tersebut. Barangkali Aku yang sekarang terlalu malas, atau kamu yang terlalu malas di masa depan. Kamu harus ingat satu hal, betapa aku sangat bersusah payah untuk mendapatkan sebuah pekerjaan, jangan sampai kamu menyia-nyiakan kesempatan yang ada sekarang!
Apa kabar dengan mimpi-mimpi yang dulu pernah Aku titipkan? Aku harap mereka semua belum mati. Kalau mati, kamu harus datang tiap hari ke makamnya dan menyisipkan bunga di sana. Lalu menyesali semua yang telah terjadi. Betul bahwa menyesal bukan kebiasaan kita. Tapi kalau kamu masih tidak menerbitkan satu buku, masih belum menempuh S2, masih belum mempunyai masa depan, aku rasa sudah saatnya kita harus menyesal. Lalu untuk apa selama ini mimpi-mimpi aku tanamkan?
Dengan siapa kamu menghabiskan sisa hidupmu sekarang? Sebetulnya ini jadi pertanyaan terbesar. Aku memang mempunyai rencana, tapi rencana yang melibatkan orang lain susah ditebak. Aku, tentu saja bisa konsisten menjalani semuanya, tapi Dia belum tentu. Aku pasti menepati semua janji yang pernah aku buat, tapi dia belum tentu. Dan kalau memang semuanya berjalan di luar rencanaku. Aku minta maaf kepada kamu yang akhirnya harus merasakan semua luka. Aku harap, kamu tidak melakukan kesalahan sama yang aku buat dengan menyematkan mimpi kepada orang yang salah. Kamu tidak mau kita dibilang keledai, bukan?
Apalagi yang ingin aku tanyakan? Ah tidak ada sepertinya. Aku mengantuk, lagipula aku sedih karena tidak punya uang. Sekarang kamu sedang bersedih karena apa? Karena kamu ditinggal nikah? Atau karena anakmu bolos sekolah? Karena usahamu kurang bagus? Atau karena bosmu marah-marah terus?
Kamu pasti akan tertawa suatu kali ketika diberi kesempatan membaca tulisan ini. Maafkan tulisan aku yang belum juga bagus-bagus, dan buku-buku yang belum juga bisa terbit. Percayalah, aku sendiri sering merasa putus asa, tapi aku berusaha bertahan. Karena aku harus tetap hidup untuk membaca tulisan ini di masa depan.
Dari orang yang menyayangimu. Feryan Saputra.
Hari sudah larut, baiknya aku segera tidur. kamu juga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar