Dear Anisa
Kalau kalau nanti aku bilang
rindu, itu bukan karena ingin bertemu. Karena rindu ini selalu, bahkan ketika
aku berada di dekatmu.
Ini serius, jangan tertawa, aku
tidak sedang bercanda. Kali ini aku ingin menulis surat yang romantis, karena memang
itu memang fungsi dia yang sesungguhnya dan aku yang sebetulnya.
Bandung yang dingin, jarak yang
jauh, dan harapan yang tetap ada memang sering menyisakan banyak pertanyaan.
Pertanyan yang tidak perlu ataupun pertanyaan yang layak diajukan. Hati memang
tidak bisa mengingkari ketika tiba-tiba ingin bertemu untuk sekedar bercerita
soal apa saja yang aku hirup sedari pagi.
Kadang, aku ingin pulang ke rumah
dan mengetuk pintu rumahmu. Walaupun aku tidak pernah melakukan itu karena aku
biasanya pakai line atau wasap untuk mengabari bahwa aku sudah duduk di kursi
depan, aku ini memang anak yang tidak sopan.
Tapi serius, aku ingin pulang
untuk berbagi cerita denganmu. Cerita kecil, soal remeh temeh, perkara yang
tidak membuat dahi kita mengkerut dan jidat kamu bertambah lebar. Aku ingin
bercerita misalnya betapa panasnya mata hari siang ini, yang membuatku
berkeringat dengan dahsyat. Untung Tuhan mengirimkan khalifah pencipta rexona
sehingga aku terbebas dari bau ketek yang memalukan.
Aku baru saja berkelakar kepada
diri sendiri, bahwa suatu kali dunia akan dipenuhi oleh rasa benci dan yang
tersisa adalah harapan yang pernah kita simpan, tapi aku mungkin saja lupa jadi
kamu harus mengigatnya. Kamu itu maksudnya adalah aku ya, bukan kamu. Kamu
ngerti kan bagian ini? Ya begitulah aku anggap kamu mengerti, lalu aku diam
karena ternyata semuanya tidak lucu kecuali kehidupan ini.
Aku mengantuk dan harus tidur,
kamu pasti sudah. Ingat kalau tidur jangan lupa bangun, dan kalau sudah bangun
jangan lupa bersyukur bahwa Tuhan masih memberikan kesempatan untuk kamu agar
bisa kembali mengharap hari esok.
Karena harapan adalah
satu-satunya hal yang membuat aku percaya bahwa di belokan depan, kita akan
menemukan kebahagiaan. Tentu saja aku bisa keliru, tapi pun aku bisa benar, dan
Tuhan mendengarkn, pelan-pelan ia mengamini jalan yang sudah aku bangun, eh ini
lalu siapa yang mengabulkan? Ya kamu!
Selamat malam, aku mau pergi
dulu.
Lapar.
Ttd – Feryan.
Jakarta yang 2 Desember 2014
Nice posting. Salam kenal saya Pradana penulis buku "Praktis dan Mandiri Belajar Bahasa Jepang" terbitan Andi Offset.
BalasHapusSilahkan dapatkan buku2 terbaru terbitan tahun 2015. Dan dapatkan diskonnya.
http://goo.gl/muzD8w
Silahkan kunjungi balik dan tinggalkan jejak alias komentar.
-Hon Book Store-
Khas mojang bandung. Dalam sekaligus penuh kelakar.
BalasHapusKhas mojang Bandung. Ada bumbu yang bikin lucu.
BalasHapus