Hampir, entah berapa lama tidak
menulis dengan serius. Dengan serius maksudnya memuja dan mengganti kata
panggilan orang pertama dengan sebutan pria tampan. Mungkin saya sudah terlalu
jauh melewati fase itu. Tapi rasanya, rindu juga mendapat pujiang pria tampan,
walaupun itu datangnya dari diri sendiri. Siapa lagi yang sudi, coba?
Anyhey.. belakangan ini sering
menulis hal-hal yang romantis, yang menurut pandangan saya tidak terlalu
berhasil. Walaupun saya tidak berhasil juga dalam menulis hal-hal non-romantis,
tapi ada orang yang membacanya. Sekarang ini, entahlah. Lagipula blog ini
jarang dipelihara. Kalau kalian punya indra ke-enam, kalian bisa melihat ada
sarang laba-laba di mana-mana. Harus dibersihkan memang.
Masalah lain muncul, ketika mau
menulis komedi seperti dulu kala. Kalau liat postingan beberapa tahun lalu,
waktu saya memberanikan diri untuk menulis. Tulisan saya terlihat norak,
berantakan, sekenanya, dll. Tapi ada keberanian di situ, saya menemukan diri
saya ketika membacanya, karena saya menulis tanpa beban. Beda dengan sekarang,
menulis dengan penuh beban, berusaha menulis serius, dan akhirnya berakhir
dengan nista.
Tapi tidak perlu membahas masa
lalu, karena kita sebagai manusia terus berubah. Sialnya, berubah ini bukan
berarti menuju hal yang lebih baik. Contohnya saya sekarang. Dulu, saya adalah
pria tampan dengan orak cemerlang. Pertanyaan yang keluar hanya sekitar, berapa
banyak buku yang sudah saya tamatkan, atau sejauh apa perkembangan skripsi yang
sedang saya kerjakan? Itu waktu saya masih mahasiswa. Sekarang, ketika saya
sudah lulus lain soal. Meskipun ketampanan saya masih bertahan, tapi pertanyaan
lainnya telah berubah. Tidak pernah ada orang yang bertanya buku apa yang
sedang saya baca. Pertanyaan mereka kalau bukan, “kerja di mana?” pasti
“gajinya berapa?” dan saya tidak bisa menjawab dua pertanyaan tersebut
mengingat saya adalah seorang pengangguran.. pengangguran yang tampan.
Setahun lebih saya mencari-cari
pekerjaan, masih belum juga dapat. Saya semakin yakin bahwa selain hidup itu
tidak adil, hidup juga harus penuh penderitaan. Selain saya harus menjadi
pengangguran dan menerima pandangan negatif secara sosial, saya pun harus
menanggung derita akibat menerima nasihat macam, “Ayo dong cari kerja”, “Waktu
terus berjalan, kamu harus cari kerja.” Semacam itu! Ada banyak sebetulnya
kalimat yang saya terima, tapi itu sudah cukup mewakili. Menasihati orang yang
frustasi itu lebih sulit daripada menasihati orang yang sedang jatuh cinta.
Tentu saya kecewa terhadap mereka yang menasihati saya seperti itu. Bukan
karena mereka menasihati, tapi karena mereka tidak melihat bahwa saya selama
ini pun telah berusaha.
Ya aneh aja sih. Kadang kita
merasa bahwa setidaknya ada satu orang yang bisa memahami kita, tapi ternyata
orang itu memahami kita dengan keliru. Selamat, malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar